Kamis, 04 Juni 2020

Tung Timun


Hayo, yang disini udah pada tahu Tung Timun belum? makanan khas kalimantan dengan timun khas kalimantan yang cuma bisa ditemui di kalimantan.

Minggu, 17 Februari 2019

Do What you CANT part of Langit Abu Abu


Kalo ditanya apa sih yang aku ga bisa?
Jawabannya pasti banyak banget.. but we need to try so we can say that we cant do that, am I right?
Langit abu-abu sendiri mengambil bagian dari do what you cant, hal ini sedikit menceritakan bahwa sebenarnya kamu bisa, tapi kamu hanya tidak mau...
Tidak banyak orang mau melakukan hal-hal baru yang menantang mereka, but I challenge my self this year 2019...
do what I cant sendiri bermula dari kisah 2018 yaitu aku, kamu, dan secangkir susu coklat...
karena banyak hal yang dilalui dan akhirnya author yang manis ini mengambil tema langit abu-abu dan memilih sub judul do what I cant sebagai topik paling menarik dan menonjol...
Langit abu-abu sendiri akan release Maret per sub judul akan dipublish hingga bulan april...
kejutan menarik berikutnya setelah berakhirnya Langit Abu-abu, Author ingin memperkenalkan kisah petualangan yang akan author jalani hingga beberapa tahun..
Nantinya cerita ini akan author beri judul "Generasi Bangsa" ....
setelah Aku Indonesia berakhir , ceritanya akan disambung oleh Generasi Bangsa....
So, jangan lupa di update ya...

Minggu, 09 September 2018

Jasa Translate 247

Ok.. Mimin mau share Jasa Translate milik mimin nih...
bisa di cek di Instagram mimin juga @jasatranslate247
atau bisa hubungi nomer hape yang ada di IG juga...
alamat email mimin : rosainirosaini@gmail.com
translate bisa 4 bahasa (prancis, english, indonesia, arab) harganya juga murah...
bisa proof reading juga bagi kalian yang pengen ngecek bahasanya sudah benar atau belum.
kami juga melayani template seminar...
yuk buruan cek di IG kami

Fan Fiction (FF) ala korea...

Jadi, ceritanya dulu sempat buat FF (Fan Fiction) gitu, jaman SMA sih...
masih ada filenya juga.. mau share2 aja, siapa tau pada suka sama FF buatan eke...
Btw, kalau ada yang mau request FF mau dg biasnya bisa request juga....

https://draft.blogger.com/blogger.g?blogID=6379853456600855576#allposts/src=sidebar

Sabtu, 01 September 2018

Hari Terakhir (Aku, Kamu, dan Secangkir Susu Coklat)

Pagi itu terasa berbeda, aku terbangun dari tidur ku pagi itu. Banyak aktivitas yang akan aku lakukan sebenarnya. Tapi, aku tidak bisa melakukannya karena berita yang kau lontarkan semalam kepadaku. Pagi ini kita akan bertemu lagi, tidak ingin sebenarnya aku melihat dirimu. Tetapi, ada sesuatu yang harus kita lalui pagi ini bersama. Aku memutuskan untuk mandi, dan segera bersiap-siap. Tidak bisa aku pungkiri lagi, kalau secangkir susu coklat akan segera berakhir.

Berapa kali aku pandangi dinding-dinding kamar, berharap semu atau aku kembali ke pelukanmu. Tapi, tidak satu katapun yang berani aku katakan sepertinya. Aku melihat keluar jendela, kau sudah datang menjemput pagi itu. Semua ingatan tentang mu langsung berputar hebat di kepala. Aku pun segera menuju teras dan mengambil helm untuk boncengan dengan mu untuk terakhir kalinya. Iya terakhir kalinya, karena sudah tidak mungkin lagi kita akan bertemu lagi setelah hari ini.

selama perjalanan, aku memandangi punggungmu, yang sejenak tidak akan pernah aku pandangi lagi. Berapa banyak hari yang kita lalui bersama, berapa banyak malam dan siang yang sudah kita lewati. Tapi hari ini kita memutuskan untuk melewati hal itu bersama lagi.
Aku, kamu, dan secangkir susu coklat malam itu, yang aku harapkan selalu bersama, sekarang sudah berada diujung akhir dari cerita kita.

kita berhenti di suatu pemberhentian, ya disitulah aku dan kamu hanya berbicara melalui tatapan-tatapan. Tidak banyak yang bisa aku katakan, tapi di dalam hati aku ingin bilang untuk terakhir kalinya, kalau memang kita ditakdirkan bersama, maka kita akan bersama. 30 menit sudah kita menatap satu sama lain, aku tidak pernah membayangkan tanpa kamu...

Bisku sudah datang, aku harus pergi... aku tidak bisa lagi menemuimu, tidak ada alasan untuk kita bertemu.

3 bulan sudah semenjak kejadian itu, dan disini aku masih terduduk manis.. menatap foto kita berdua yang nampaknya tidak bisa terhapus dari galeriku....

bersambung...

Jumat, 18 Agustus 2017

Aku, Kamu, dan Secangkir Susu Coklat II



Ruangan ukuran 3 x 3 meter dengan rak buku berisi lembaran-lembaran not angka dan alat musik. Dua orang sedang berbicara serius di tengah ruangan sambil duduk dan makan gorengan. Bu Ayun sedang membantu Fina mengisi formulir IMODO yang akan diikuti Fina. Keduanya kaget melihat syarat tampil di IMODO.
“Fina, kamu yakin mau ikut IMODO?” Tanya bu Ayun pesimis.
“Gimana ya bu? Syaratnya begitu sih bu, masa disuruh ciptain lagu Orkes dengan Tema Hati yang Tersakiti. Kan saya baper.” Jawab Fina galau.
“ya udah, kamu ikut dulu saja, soal lagu, kamu pikirkan sendiri.” Lagi bu Ayun memberikan solusi yang bukan solusi.
“halah ibu, ya sudah deh, saya ikutan. Soal pak Yadi gimana bu?” tanya Fina lagi.
“kan sudah saya bilang aman, kamu tahu gak, disini lagi ada penerimaan dosen baru. Kamu gak berencana daftar?” tanya bu Ayun sambil mengeluarkan form pendaftaran dosen.
“bu, saya mau banget, tapi saya kan belum wisuda.” Jawab Fina seadanya.
“ya kamu segera daftar wisuda sekarang. Kamu kurang apa sih? Pak Yadi aman, saya tidak ada revisi, bu Gugun sudah kamu revisi, Pak Lolo tinggal tanda tangan. Cepat selesaikan, saya tunggu jam 5 di sini. Kamu yang nyupir. Pakai mobil saya saja, nanti mobil kamu biar ditaruh di rumah saya. Kita nonton di CGV Transmart ya.” Ajak bu Ayun yang langsung diiyakan oleh Fina.
Lorong kampus mulai dilewati oleh Fina untuk mencari pak Lolo. Setibanya di depan ruangan pak Lolo, Fina melirik sedikit lewat jendela.
“Fina, tidak usah ngintip, saya disini.” Suara bass pak Lolo terdengar dari belakang.
“maaf pak, saya tadi niatnya ngetok setelah ngintip.” Jawab Fina jujur.
“lagian kamu ngapain ngintip-ngintip sih, mana yang harus saya tanda tangani?” tanya pak Lolo sembari Fina memberikan lembaran kepada pak Lolo. “saya dengar kamu mau ikut IMODO itu ya?” tanya pak Lolo kepo.
“iya pak, tapi saya belum buat lagunya sebagai syarat ikut pak.” Jawab Fina.
“oh begitu, ya buat saja, kalau sudah segera di rekam, terus daftar.” Solusi dari pak Lolo yang bikin gregetan.
“iya, pak. Saya usahakan secepatnya.” Jawab Fina singkat.
“kamu gak nonton spinner-man?” tanya pak Lolo lagi.
“saya baru mau nonton nanti malam sama bu Ayun.” Jawab Fina melirik tajam ke pak Lolo. Yah sudah bukan rahasia lagi kalau pak Lolo suka dengan bu Ayun dan pak Lolo suka kepo kegiatan bu Ayun melalui Fina.
“saya kok tidak diajak ya. Ah ya sudah, kamu jaga bu Ayun ya. Jangan sampai ada sesuatu yang mendekati bu Ayun.” Perintah pak Lolo.
“iya, pak. Seperti biasakan pak.” Jawab Fina.
“ya sudah, sampaikan salam cinta saya untuk bu Ayun ya.” Perintah Pak Lolo yang tidak bisa ditidakkan.

AKU, INDONESIA!



AKU & KALIMANTAN UTARA

            Perkenalkan namaku Rina Kusuma, aku tinggal di Malinau, Kalimantan Utara. Banyak masyarakat yang tidak mengetahui letak Malinau. Hal ini karena Malinau terletak di perbatasan Indonesia. Tahun 2016, Malinau dinyatakan berada di wilayah perbatasan, bukan lagi di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Kalimantara Utara baru dibentuk tahun 2013, setelah lima kabupaten menyetujui untuk bergabung menjadi satu provinsi. Lima kabupaten tersebut adalah Tanjung Selor, Nunukan, KTT, Tarakan, dan Malinau. Letak ibu kota berada di Tanjung Selor dan membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam dari Malinau untuk menuju Tanjung Selor.
Aku bukan orang asli Malinau, pada tahun 2002 aku mengikuti keluargaku pindah kesana. Aku dilahirkan di Samarinda yang merupakan ibu kota dari Kalimantan Timur. Samarinda bisa dikatakan kota, banyak fasilitas yang sudah dibangun, mulai dari pusat perbelanjaan seperti Mall, kepadatan penduduk, gedung-gedung pecakar langit. Hal inilah yang berbanding terbalik dengan yang aku rasakan di Malinau. Tidak ada gedung-gedung tinggi, tidak ada Mall, pusat perbelanjaan hanya berpusat di pasar. Menurutku tidak ada yang menarik, sampai akhirnya bapak mengenalkan hutan-hutan yang di Malinau, menyusuri setiap sungai yang ada di Malinau. Aku mulai merasa berbeda, sepertinya aku suka tinggal disini.
Umurku masih delapan tahun ketika aku pindah ke Malinau. Pesawat Kalstar terbang membawaku dari Samarinda menuju Tarakan, tidak banyak memori yang aku ingat, tetapi aku ingat satu hal, ketika bapak duduk samping dan memasangkan sabuk pengaman padaku. Dia mengajarkanku cara menggunakan sabuk pengaman dan melepaskannya. Bagi anak kecil seumuranku, ketika memasang dan melepaskan sabuk pengaman merupakan hal sangat menarik. Aku duduk tenang melihat ke arah jendela, dan kebetulan aku duduk dikursi A yang terletak paling depan. Pemandangan dari luar jendela membuat aku terperanga, ini pertama kalinya aku naik pesawat. Aku pernah mendengar bahwa pulau kalimantan jika dilihat dari udara akan terlihat seperti karpet hijau. Hal itu yang aku lihat sepanjang perjalananku menuju Tarakan. Setibanya di Tarakan, kami menaiki Speed Board sekitar kurang lebih tiga jam, karena cuma itulah satu-satunya transportasi menuju Malinau saat itu. Aku tiba di Malinau saat sore hari, aku ingat langit senja saat itu, aku, bapak, dan ibu, naik angkutan umum ke rumah kontrakan di Malinau Seberang atau yang dikenal dengan Respen. Hanya ada satu jembatan yang menghubungkan Respen dengan Malinau Kota, namanya adalah jembatan Malinau. Sungai sesayap yang memisahkan malinau kota dengan malinau seberang atau Respen.
Penduduk Respen mayoritas suku punan, mereka tidak kuno seperti yang dikatakan orang-orang. Mereka sudah seperti masyarakat pada umumnya, mengenakan pakaian, menggunakan bahasa Indonesia, berlaku sopan, dan mereka sangat ramah. Kami tinggal bersama mereka sekitar satu tahun, sampai akhirnya kami pindah ke rumah baru yang berada di Malinau Kota.
Aku mulai mengenal alam ketika aku berada di Respen. Sore itu aku dan saudara sepupuku yang lebih awal pindah ke Malinau, memutuskan untuk mandi di sungai. Masih jelas diingatanku sore itu, air yang hijau dan jernih, beberapa bunga ada yang hanyut ke hilir sungai. Aku belum bisa berenang, tapi obrolan kami disore itu tidak pernah terlupakan.
“Ina, bisa berenang?” Tanya kakak sepupu laki-lakiku, namanya Rudi.
“Nggak, kak. Ina, duduk dipinggir aja.” Jawabku polos sambil melihat hijaunya air dari pinggir sungai.
“Ina, duduk disini dulu, nanti kalau ada bapak atau ibu, Ina baru turun ya.” Jelas Kak Rudi kepadaku dan kujawab dengan anggukan.
Beningnya air yang memantulkan sinar matahari sore waktu itu. Dari ujung jalan aku melihat bapak datang ke arahku dengan pakaian kerjanya. Aku lari berhamburan kesenangan dan meminta bapak untuk mengajakku mandi di sungai. Sejujurnya aku tidak bisa berenang sama sekali, tapi aku ingin belajar berenang.
“Pak, Ina mau belajar berenang, biar bisa berenang kayak kak Rudi.” Pintaku sambil menunjuk ke arah kak Rudi yang sedang berenang dipinggir sungai dengan tinggi sungai hanya sepinggang anak umur 14 tahun dengan tinggi 150 sentimeter.
“Iya, bapak ganti baju dulu ya, Ina. Habis itu kita belajar berenang.” Jawab bapak sambil mengusap kepalaku.
“YEAY...” bukan main aku senangnya waktu itu.
Belajar berenang ternyata tidak mudah, berapa kali aku dihanyutkan dengan arus air, tapi bapak selalu menangkapku. Aku tidak mudah menyerah, aku tetap terus mencoba. Kata bapak “Kalau kamu menyerah sekarang, kamu nggak tahu rasanya menang, padahal kamu tinggal satu langkah lagi.” Itulah kata-kata yang ditanamkan untukku. Sekitar satu minggu aku terus belajar berenang. Sungai yang berada di dekat rumah terbagi menjadi dua, karena terdapat pulau kecil ditengahnya. Bagi mereka yang bisa berenang, mereka dapat berenang ke arah pulau dari batang kayu yang terkait dengan tali dekat dengan rumah kontrakanku. Beberapa anak sudah sangat mahir berenang dan mereka selalu berhasil menuju pulau tersebut, namun tidak ada yang berani berenang dari pulau menuju hutan di seberang pulau, karena arusnya sangat deras.
Yah, inilah percobaan pertamaku, aku berenang menuju pulau. Aku melihat kak Rudi yang sedang menungguku di pulau itu. Air cukup dalam hari itu, sekitar 100 sentimeter, untuk ukuranku, ya hampir melebihi dadaku. Aku mencoba untuk berani, aku terjun dan aku mulai berenang, aku sempat panik, tapi aku tetap berenang dan mengayunkan kaki serta tanganku.
“INA, BISAAA...” aku berhasil menuju pulau di tengah sungai. Kami pun bermain hingga sore di pulau tengah sungai itu. Tidak terasa sudah magrib dan air pun semakin dangkal. Kami kembali ke batang kayu di pinggir sungai dengan berjalan kaki karena air yang tingginya hanya sepinggangku waktu itu dan membersihkan diri di rumah. Aku tidak menyangka ternyata aku tetap merasa bahagia walaupun tidak ada mall. Mandi di sungai, bermain sepeda, berlari-larian dengan teman-teman membuatku lupa akan asyiknya bermain di mall.