REFLEKSI FILSAFAT
PENDIDIKAN MATEMATIKA
(16 september 2015, 12:40-14:40)
Belajar Filsafat
Dalam kuliah filsafat pendidikan
matematika yang dibersamai oleh Prof. Dr. Marsigit, filsafat dipelajari dimana saja, contohnya filsafat sekolah dasar,
filsafat pendidikan matematika sekolah negeri, perbatasan, semuanya masih
relevan. Tetapi, semakin kearah yang lebih jauh, maka adanya filsafat. Kuliah
filsafat pendidikan matematika, biologi atau apapun itu bisa, sekalipun yang
tidak relevan tentunya akan didapatkan relevansinya. Adapun filsafat pendidikan
menyangkut banyak hal, dari yang paling mudah disebutkan hingga yang paling
susah untuk disebutkan. Filsafat Negara juga ada, filsafat pendidikan, filsafat
barat, filsafat selatan, tentunya banyak sekali.
Dengan kata lain, filsafat
pendidikan matematika tetapi kita harus mengenal atau mempelajari filsafat
terlebih dahulu sebelum mempelajari filsafat pendidikan matematika. Hal yang
dipelajari dalam filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Ada seperti
banyak, banyak seperti semilyar, bahkan itu belum selesai tentang yang ada.
Misalnya warna bus, warna baju dan sebagainya, itu pun belum selesai dengan
yang anda ketahui. Tahukah anda satu milyar pangkat milyar? Satu milyar pangkat
satu milyar pun belum tentu itu sudah selesai anda sebutkan. Apakah anda bisa
menyebutkan apa yang anda tidak ketahui, seperti besar, jauh, tinggi besar dan
lain sebagainya.
Proses terjadinya yang mungkin ada
menjadi ada, praktik dalam filsafat juga ada. Misalnya siapa yang tahu tanggal
lahir cucu Prof. Dr. Marsigit? Kedudukan dari tanggal lahir cucu beliau masih
belum kita ketahui.. Jika anda ingin tahu maka itulah praktik filsafat.
Perbedaan antara anda mengetahui tanggal lahir dan tidak mengetahui akan
dibahas dalam filsafat. Hal ini sama saja seperti “wahyu”. “wahyu” yang
dimaksud adalah tanggal lahir dari cucu Prof. Dr. Marsigit. Untuk menerima “wahyu” maka setiap orang
harus siap. Tanggal lahir dari cucu beliau adalah 24 Desember 2011. “wahyu” ada
didalam pikiran sehingga tidak apa-apa jika diminta oleh orang lain. “wahyu”
adalah pengetahuan.
Alat berfilsafat adalah bahasa
analog, bahasa analog lebih tinggi dari bahasa kiasan. Jika ada hati dan
pikiran maka bisa saja Tuhan, akhirat. Jika pikiran, bisa saja dunia. Maka
bahasa analog itulah yang digunakan pada elegy. Dengan bahasa analog/elegy maka
dapat disampaikan sesuatu yang sulit. Karena bahasa biasa terbatas ruang dan
waktu.
Jika seseorang sedang berlari, dan
ketika dia bersifat maka dia harus berhenti sejenak, memikirkannya. Termasuk
mau kemana, lari kemana, itu menjadi tidak mudah lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar